Badan Pusat Statistik (BPS) akan memulai sensus penduduk 2020 pada 15 Februari mendatang. Ada yang baru dalam pengumpulan data penduduk secara nasional ini, yakni dimulainya penggunaan sistem daring. Sistem daring juga sudah diterapkan di sejumlah negara maju. Dalam sistem ini, perlu peran aktif dari masyarakat untuk ikut mengisi data-data.
Bagaimana kesiapan BPS melaksanakan sensus penduduk yang hanya dilaksanakan selama 10 tahun sekali ini? Apa saja tantangan dari penggunaan sistem daring ini nantinya? Lalu, apa saja data yang akan dikumpulkan BPS melalui sensus penduduk 2020? Wartawan Republika Novita Intan berkesempatan berbincang dengan Kepala BPS Kecuk Suhariyanto di kantornya, pekan lalu. Berikut petikan wawancaranya:
Badan Pusat Statistik akan melakukan sensus penduduk pada 2020. Apa saja data yang akan direkam BPS?
Sensus penduduk, setiap negara harus melakukannya. Berdasarkan rekomendasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), setiap negara harus melakukan sensus penduduk minimal 10 tahaun sekali. Ada beberapa negara yang melakukan lima tahun sekali, seperti Australia. Hal ini bergantung pada ketersediaan biaya, jumlah penduduk, dan sebagainya.
Di Indonesia sudah melakukan sensus penduduk sejak 1961. Jadi, sensus penduduk 2020 merupakan sensus penduduk yang ketujuh. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik disebutkan Indonesia harus melakukan sensus penduduk 10 tahun sekali, rekomendasi PBB harus 10 tahun sekali.
Kemudian, sekarang keluar peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data. Lalu, Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2019 tentang Pengembangan Statistik Hayati. Jadi, peraturan ini semua menjadi dasar hukum, Indonesia melakukan sensus penduduk 2020. Indonesia tidak sendiri, pada tahun ini yang melakukan sensus penduduk ada 54 negara. Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi pelaksana dan penanggung jawab. Sensus penduduk merupakan hajat besar suatu negara karena rekomendasi PBB mengatakan seperti itu.
Apa perbedaan sensus penduduk 2020 dibandingkan sensus sebelumnya?
Sensus penduduk 2020 berbeda dengan sensus penduduk sebelumnya. Jika dilihat dari rekomendasi PBB, metode sensus penduduk dibagi menjadi tiga, antara lain, pertama, metode tradisional, artinya masyarakat tidak punya data apapun, mendatangi rumah satu per satu atau door to door. Kedua, jika negara sudah mempunyai sebuah data registrasi yang bagus, bisa menggunakan data tersebut sebagai basis. Jadi, ketika petugas datang, tidak kosong karena sudah ada basis datanya. Sementara, di Indonesia, sudah mempunyai Dukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil).
Pertama kalinya, Indonesia menggunakan metode kombinasi karena sudah banyak negara mengadopsi ke metode ini. Artinya, Indonesia menggunakan data dari Dukcapil sebagai dasar. Namun, data Dukcapil saja tidak cukup, BPS masih melakukan door to door, terutama di daerah yang agak terpencil agar meyakinkan bahwa semua penduduk sudah tercatat. Ketiga, metode registrasi. Indonesia akan mengarah ke metode registrasi jika datanya sudah bagus, jadi BPS tidak perlu datang lagi door to door. Metode registrasi telah dilakukan di Korea Selatan. Mereka memiliki data yang bagus, jadi tidak perlu mengunjungi masyarakat.
Perbedaaan selanjutnya, Indonesia menggunakan multimoda (data collection), artinya pertama kalinya menggunakan sistem daring. Hal ini karena penduduk semakin sibuk sehingga ketika petugas datang sering tidak ada, tentunya butuh biaya, waktu, dan tenaga. Diharapkan penggunaan daring, maka masyarakat berpartisipasi aktif mengirimkan datanya sendiri yang akan dilaksanakan pada 15 Februari 2019 sampai 31 Maret 2019. BPS menargetkan sistem daring sebesar 20 persen, diharapkan partisipasi penduduk mulai bagus sehingga tidak perlu lagi door to door. Penggunaan sistem daring dapat lebih efisien karena jika mengirim petugas BPS ke rumah biayanya luar biasa, seperti ada biaya pelatihan, membayar petugas, dan wawancara masyarakat sehingga waktunya lama.
Bagaimana kesiapan sensus sistem daring ini?
BPS akan menggunakan sistem daring mulai 15 Februari 2020. Kemudian, pada Juli 2019, jika masyarakat belum menggunakan sistem daring, petugas BPS akan mendatangi, lalu masyarakat mengisi datanya. Adapun jumlah pertanyaannya ada 21 pertanyaan berisi data pokok, misalnya data pribadi (nama, nomor induk kependudukan, agama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, dan tempat tinggal). Nantinya, khusus tempat tinggal, petugas BPS akan menanyakan alamat berdasarkan KTP, artinya de jure (karena banyak masyarakat alamatnya tidak sesuai dengan KTP). Hal ini dilakukan karena ingin mendapatkan jumlah penduduk antara de jure (alamat sesuai KTP) dan de facto.
Keduanya penting karena kalau berbicara pertumbuhan ekonomi, mengacu de facto. Petugas BPS juga akan menanyakan jenis pekerjaan dan status kepemilikan rumah, dengan tujuannya mendapatkan jumlah data penduduk dan komposisi penduduk (laki-laki atau perempuan, umur, dan sebagainya). Kemudian, penyebaran penduduk antarprovinsi, antarkabupaten/kota, dan sebagainya.
Apa tantangan sistem daring ini?
Berharap masyarakat bisa berpartisipasi aktif, mengisi 21 pertanyaan tidak rumit. Ketika mengetik nomor induk kependudukan, muncul nama, tempat tanggal lahir, semua standar. Jika bisa dilakukan secara daring secara keseluruhan, jumlah rumah tangga yang didatangi petugas BPS jauh lebih berkurang. Diperlukan menimbulkan kesadaran bahwa untuk mendapatkan data yang bagus, maka perlu peran serta dari semuanya, tidak bisa hanya BPS.
Tantangannya berat karena untuk meng-update dirinya sendiri tidak mudah, tetapi tidak mencoba dari sekarang, mau kapan lagi ketika negara lain sudah maju. Jika semua data registrasi sudah bagus, komplet, masyarakat sudah memiliki NIK, alamat terdeteksi sudah bagus, maka memudahkan semuanya. Data penduduk menjadi kunci berbagai kebijakan berbagai bidang.
Hasil sensus penduduk ditargetkan awal 2021, lalu diambil sampelnya. Kemudian, pada 2021, BPS akan mengambil sampel sekitar empat persen. BPS akan mengumpulkan variabel yang lebih komplet. Nantinya, pertanyaan lebih didetailkan sebanyak 82 pertanyaan yang mencakup migrasi, fertilitas, mortilitas, dan sebagainya. Hal ini menjadikan penting, melalui data ini dalam jangka panjang sekaligus membuat proyeksi penduduk dan bonus demografi serta Indonesia bisa mempersiapkan sedini mungkin, jangan sampai kaget. Misalnya, 2045 jumlah penduduk Indonesia bersekitar 319 juta jiwa. Indonesia harus siap, maka diantisipasi dari sekarang, perencanaan harus disiapkan sedini mungkin.
Berapa target sensus tahun ini?
BPS menargetkan sistem daring sensus penduduk 2020 sebesar 20 persen-30 persen. BPS sudah berdiskusi dengan BPS daerah mengenai target tersebut. Ada beberapa kota optimistis (capai target) seperti Bali, kemudian ada yang pesimistis (capai target) seperti Papua. Tantangan masing-masing kota berbeda.
Saat ini, BPS sudah melakukan sosialisasi di mana BPS daerah sudah bergerak dengan pemerintah daerah dan lembaga pendidikan universitas (Universitas Indonesia, Institus Pertanian Bogor, dan kampus daerah lainnya), tetapi masih perlu bantuan dari media massa untuk menyosialisasikan. Hal ini dikarenakan sensus penduduk bukan hanya pekerjaan BPS, melainkan melibatkan banyak kementerian/lembaga. Jika sistem online ini melampaui target, artinya keinginan masyarakat meningkatkan partisipasi atau meng-update dirinya sendiri, maka lebih bagus.
Apa persan strategis BPS dalam program satu data pemerintah?
Badan Pusat Statistik(BPS) mengacu pada Undang-Undang Statistik Nomor 16 Tahun 1997 bahwa data statistik dibagi tiga, statistik dasar untuk kepentingan nasional bersifat makro lintas sektoral (misal data pertumbuhan ekonomi, data inflasi, data kemiskinan, data pengangguran, dan data Indeks Pembangunan Manusia). Kedua, statistik sektoral merupakan statistik yang dikumpulkan kementerian sesuai dengan tupoksi (misalnya BPS tidak mengumpulkan data jumlah guru karena dikumpulkan Kemendikbud, BPS tinggal mengambil datanya atau data sekolah), dan ketiga statistik khusus yang dikumpukan oleh Universitas dan sebagainya.
Ketiga statistik ini menjadi satu kesatuan, tetapi yang sering terjadi konsep dan definisi yang dikumpulkan oleh kementerian bukan BPS berbeda-beda. Misalnya, sama-sama mengumpulkan data kapal, tetapi tonasenya berbeda. Hal ini menjadi dasar alasan satu data Indonesia, jadi program ini untuk mengatur agar konsep dan definisi metodologinya sama semuanya. BPS mengajak kementerian/lembaga agar duduk bersama mengumpulkan data yang benar. Konsep dan definisnya harus sama, metodologinya sama sehingga data tersebut bisa dibagikan kepala publik.
Bagaimana sinergi antar lembaganya?
Ke depan, banyak data baru yang dikumpulkan BPS untuk menjawab kebutuhan pengguna, misalnya Presiden Joko Widodo menetapkan pembangunan sumber daya menusia menjadi utama. BPS sudah punya Indeks Pengembangan Manusia, tetapi tidak cukup, kalau membicaran kualitas sumber daya manusia dari lahir hingga tua. Maka, BPS pertama kalinya mengumpulkan data untuk stunting, BPS bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan.
Kemudian, luas bahan baku sawah segera dirilis menjadi satu, ditargetkan akhir bulan ini. Saat ini, BPS sedang menunggu dari Kementerian ATR. BPS melangkah berenam, antara lain, BPS, Kementan, Kementerian ATR, BPPT, dan sebagainya duduk bersama dan kompak. Lalu, data investasi, kalau yang terdaftar pada pertumbuhan ekonomi ada enam, antara lain, bangunan, barang modal, dan sebagainya.
Saat ini, BPS sedang melakukan data yang lebih detail lagi menurut sektor. Jadi, investasi sektor pertanian, industri, pertambangan, dan sebagainya. Diharapkan, jika datanya lebih detail, kebijakan lebih detai. Secara keseluruhan, ke depan BPS akan melakukan indikator pengumpulan data yang bertujuan menjawab kebutuhan. Jadi, data yang dulu tidak pernah dikumpulkan, maka akan dikumpulkan.
Sumber: Harian Republika, 15 Januari 2020, Halaman 23.